PERGERAKAN HARGA DINAR DALAM 24 JAM

Kamis, 20 Desember 2012

Ekonomi Syariah 2.0 : Scarcity vs Abundantly...


Bukan suatu kebetulan kalau konflik sampai perang-perang besar dalam dekade terakhir terjadi di negeri-negeri kaya minyak seperti Afganistan, Iraq dan Libya. Perang itu-pun berkemungkinan meluas di sekitar kita karena setelah partainya Shinzo Abe di Jepang memenangkan pemilihan umum Ahad lalu, ketegangan Jepang dengan China akan terus meningkat. Ancaman perang antar dua kekuatan ekonomi besar dunia itu begitu nyata, Apakah syariah bisa menjadi solusi ?

Ancaman itu datang dari jendral senior China yang September lalu dengan emosional menyerukan negerinya untuk segera bersiap perang melawan Jepang. Kepemimpinan Shinzo Abe di Jepang lebih berpeluang melayani ancaman perang ini dengan ancaman yang sama, dibandingkan dengan kepemimpinan sebelumnya.

Pertanyaannya adalah mengapa negeri-negeri besar seperti China dan Jepang sampai begitu ngotot memperebutkan sejumlah pulau kecil yang berada di antara keduanya ?. Luas total area yang diperebutkan tersebut hanya sekitar 6.4 km2 atau kurang dari 1/3 wilayah Depok, mengapa perebutannya bisa mengancam kedamaian Asia atau bahkan dunia ?. Saking kecilnya pulau-pulau tersebut tidak nampak di peta !

Jawabannya ada di bawah pulau-pulau tersebut yaitu cadangan minyak dan energi lainnya.

Dari sini kita sekali lagi bisa tahu dengan begitu nyata, bahwa alasan ekonomi khususnya perebutan energi telah memicu perang di Afganistan, Iraq, Libya dan mudah-mudahan tidak terjadi di antara China dan Jepang. Kalau toh terjadi kita sudah tahu alasan yang sebenarnya mereka berperang untuk apa.

Mereka berperang memperebutkan sumber daya alam seperti energi atau sumber daya alam lainnya yang dipandang langka. Persepsi kelangkaan atau scarcity inilah yang memicu perang itu. Jadi bukan hanya energi, perang-perang kedepan akan dipicu oleh perebutan apa saja yang dipandang langka – khususnya yang terkait dengan kebutuhan pokok manusia.

Dari situ pulalah sebabnya para ahli memprediksi bahwa pemicu utama perang kedepan adalah tiga komoditi utama kebutuhan manusia yang disebut FEW atau Food, Energy and Water (Makanan, Energi dan Air).

Lantas apa hubungannya ini denga Ekonomi Syariah 2.0 ?

Di ekonomi syariah yang kita kenal sekarang, kalangan praktisi maupun akademisi sibuk dengan bagaimana mensyariahkan aqad-aqad perbankan, asuransi  dlsb., mereka belum sampai memikirkan atau memberi solusi pada urusan-urusan ekonomi yang lebih mendasar – yang bisa menjadi penyebab perang seperti dalam contoh tersebut di atas.

Baru di Ekonomi Syariah generasi berikutnya yaitu Ekonomi Syariah 2.0 masalah-masalah ekonomi yang lebih mendasar ini akan dikaji dan dikembangkan menjadi solusi.

Dalam urusan FEW misalnya, Ekonomi Syariah 2.0 (selanjutnya akan saya singkat menjadi ES 2.0 – karena nantinya diharapkan ada pengembangan lebih  lanjut seperti ES 2.1 dst) akan menggali dan memberi solusi dari sumber-sumber yang dipastikan validitasnya sepanjang jaman yaitu Al-Qur’an, Hadits dan sirah kejayaan umat ini terdahulu.

Dalam pandangan Islam, sumber-sumber pemenuhan kebutuhan pokok manusia itu tidak langka – melainkan melimpah disediakan Allah dan dijamin kecukupannya pula olehNya. Tidak ada scarcity, yang ada adalah sumber-sumber pemenuhan kebutuhan manusia itu tersedia secara abundantly – berlimpah.

Hanya saja untuk memperolehnya diperlukan ikhtiar kita untuk menggali ilmunya dan kemudian bekerja keras di lapangan untuk menyongsong sumber-sumber rezeki yang tanpa batas itu. Bukan hanya sumber-nya yang disediakan secara berlimpah, tetapi juga tata cara pengelolaannya-pun sudah diberikan manualnya secara sangat detil dan komplit.

Untuk tiga komoditi pemenuhan kebutuhan utama manusia tersebut di atas – FEW misalnya, ilmunya ditebarkan Allah dalam sejumlah ayat dan sunnah rasulNya.

Tentang sumber pangan misalnya, Allah tebarkan di darat maupun di laut dari jenis buah-buahan, biji-bijian, minuman sampai berbagai jenis daging binatang. Tentang air, Allah berikan berkah yang melimpah antara lain melalui hujan.

Tentang energi, Allah berikan melimpah dari berbagai sumber yang ada di darat maupun sumber-sumber energi yang ada di laut. Dari pepohonan, panas bumi, matahari, angin sampai gelombang pasang surut air laut dlsb. yang semuanya bisa menjadi sumber energi yang tiada akan habis sampai akhir jaman.

Setelah menebarkan sumber-sumbernya, lalu Allah-pun memberi tuntunan bagaimana mengelolanya.

Sebagai contoh ada dialog yang penuh pelajaran antara Nabi Saleh Alaihi Salam dengan kaumnya :

 Hai kaumku, inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat (yang menunjukkan kebenaran) untukmu, sebab itu biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apa pun yang akan menyebabkan kamu ditimpa azab yang dekat." (QS 11:63)

Unta betina tersebut sebenarnya hanya perlu makan dan minum saja, tetapi di negeri yang sumber daya alamnya dikuasai oleh segelintir orang bangsa Tsamud ini bukannya unta diberi kesempatan malah disembelih.

Bangsa Tsamud-pun dimusnahkan Allah antara lain karena kedzaliman ekonominya, ekonomi yang didominasi oleh segelintir golongan yang kuat di negerinya. Ekonomi bangsa Tsamud atau disebut Ekonomi Tsamudian – karakternya adalah sumber-sumber kehidupan yang dikuasai oleh segelintir orang saja untuk kepentingan mereka dan kelompoknya sendiri.

Cilakanya, saat ini kita hidup dalam ekonomi yang tidak jauh berbeda dengan Ekonomi Tsamudian ini karakternya ! Siapa yang menguasai lahan-lahan luas sumber pangan kita ?, yang meng-kapling sumber-sumber air kita ?, yang memonopoli sumber-sumber energi kita ? hanya segelintir orang/kelompok saja.

Selebihnya mayoritas manusia seprti unta betina Nabi Saleh Alaihi Salam, berjuang untuk sekedar bisa tetap hidup dengan sumber-sumber kehidupan yang sudah dikapling oleh para konglomerat tersebut. Lebih dari itu, perebutan terhadap sumber-sumber kehidupan itulah yang telah memicu perang di dunia selama ini.

Maka disinilah peran ES 2.0 itu, yaitu bagaimana kita bisa kembali kepada tuntunan dari sumber-sumber yang dijamin kebenarannya (Al-Qur’an dan Al-Hadits) untuk menggali dan meng-eksplorasi sumber-sumber kehidupan yang tiada batas baik untuk pangan, energi maupun air (FEW) dan kemudian pula mengelolanya sesuai tuntunan yang ada – untuk maslahat umat manusia secara keseluruhan. Dengan solusi inilah umat ini bisa benar-benar menjadi guru dan rakhmat bagi bagi alam ini.

Orang-orang muslim itu bersyirkah dalam tiga hal, dalam hal padang rumput, air dan api” (Sunan Abu Daud, no 3745)

Dunia tidak perlu berperang memperebutkan lahan, air , api (energi) dlsb, karena semua akan tercukupi bila digali dan dikelola mengikuti petunjukNya. Itulah antara lain pokok pemikiran Ekonomi Syariah 2.0 atau ES 2.0 itu ! InsyaAllah.

Jebakan Tidak Mungkin…


Untuk ukuran negara, empat dekade lalu penduduk Korea Selatan masih berpenghasilan rata-rata dibawah Afrika Selatan atau Brasil. Kini penghasilan rata-rata orang Korea Selatan mencapai lebih dari dua kali orang Brasil dan tiga kali rata-rata orang Afrika Selatan. Apa yang membedakan mereka yang mencapai pertumbuhan tinggi dengan yang biasa-biasa saja ?, belajar dari negara-negara ini akan bisa menuntun kita pada jalan pertumbuhan mana yang kita pilih.

Negara-negara seperti Afrika Selatan dan Brasil, mengandalkan pertumbuhannya pada sumber daya alam dan tenaga kerja yang murah. Negara seperti Korea Selatan pertumbuhannya ditopang oleh inovasi dan peningkatan produktifitas.

Di antara perbandingan itu, kurang lebih kita bisa tahu kira-kira berada di mana kita saat ini ? lebih dekat ke model Afrika Selatan dan Brasil atau lebih dekat pada model Korea Selatan ?. Menurut Asian Development Bank dalam publikasinya Maret tahun ini, nampaknya kita berada pada posisi yang mirip Afrika Selatan dan Brasil.

Kita terperangkap dalam apa yang mereka sebut Middle-Income Trap, bisa mentas dari negara yang berpenghasilan rendah ke negara berpenghasilan menengah bawah – tetapi kesulitan untuk melompat ke menengah atas apalagi negara yang berpenghasilan tinggi.

Bagaimana kita bisa keluar dari Middle-Income Trap ini ? Mulai dari diri kita insyaAllah kita bisa membuat perubahan itu.

Logikanya begini : negara adalah kumpulan dari rakyatnya. Bila rakyatnya tidak melakukan perubahan besar – maka negara itu juga tidak akan berubah banyak. Pemimpin pun seperti kita-kita, pemimpin adalah cerminan rakyat yang dipimpinnya. Bila rakyatnya inovatif dan produktif, maka insyaAllah pemimpinnya juga akan demikian.

Lantas bagaimana kita mulai membuat perubahan besar itu ?, dengan merubah diri kita! Bila pendapatan per capita kita tahun ini (2012) akan berada  di kisaran US$ 3,600 naik dari tahun sebelumnya (2011) di kisaran US$ 3,250 – maka kita masih jauh berada di bawah Afrika Selatan (US$ 5,700) ; Brasil (US$ 8,114) apalagi Korea Selatan (US$17,225).

Pertumbuhan yang linier dari pendapatan kita hanya cukup (kadang malah kurang) untuk mengkompensasi kenaikan harga barang-barang atau inflasi. Harus ada quantum leap dalam skala besar untuk bisa membuat diri-diri kita dan bangsa ini keluar dari Jebakan Kelas Menengah atau Middle-Income Trap.

Saya sendiri menyebut Jebakan Kelas Menengah itu sebagai Jebakan Tidak Mungkin !, mengapa ? Karena penyebab kita-kita bisa terjebak dalam situasi ini adalah sikap kita  sendiri yang menganggap berubah secara besar itu Tidak Mungkin.

Jadi yang perlu diubah pertama kali ketika kita ingin membuat lompatan besar adalah mengubah sikap bahwa apa yang akan kita lakukan itu adalah Mungkin !. Setelah keyakinan bahwa kita akan melakukan sesuatu yang memang mungkin untuk dilakukan – insyaAllah jalan itu akan terbuka.

Sebaliknya bila kita sudah memvonis bahwa kita tidak mungkin melakukan perubahan itu, atau kita berpendapat yang bisa membuat perubahan itu orang lain, para pemimpin, para pengusaha dst – maka perubahan itu memang tidak mungkin untuk kita.

Salah satu cara untuk merubah sikap serba tidak mungkin menjadi serba mungkin adalah dengan berinvestasi pada diri Anda sendiri. Pelajari ilmu-ilmu baru, asah keterampilan baru, lihat diri Anda dari perpektif yang lain, temukan kemampuan keunggulan terpendam Anda – maka insyaAllah Anda akan bisa menemukan the New You.

Dua orang sahabat semasa kuliah memasuki dunia kerja bareng dan di perusahaan yang sama. Begitu selesai training dan diangkat menjadi pegawai tetap, yang pertama mulai sibuk menabung untuk membeli rumah, mobil dlsb. Yang kedua lagi sibuk membeli buku, kursus ini kursus itu, membiayai eksperimen ini dan itu.

Apa yang terjadi dua dekade kemudian ? Orang pertama berhasil melunasi rumahnya, mempunyai posisi mapan sebagai manajer di perusahaan tempatnya bekerja dan kini mulai sibuk menabung lagi untuk mempersiapkan pensiunnya.

Orang yang kedua jatuh bangun dalam dua puluh tahun yang sama dengan berbagai pekerjaan yang dia lompat sana lompat sini, mencoba usaha ini usaha itu. Dalam periode dua dekade yang sama orang kedua berhasil menghadirkan ribuan tenaga kerja, bukan hanya mempertahankan pekerjaan untuk dirinya sendiri.

Apa yang membedakan keduanya sesungguhnya ?

Yang pertama berfikir bahwa dirinya ditakdirkan untuk menjadi pegawai, maka dia bekerja sebaik mungkin untuk menjadi pegawai. Investasi dia adalah investasi a la pegawai yaitu tabungan, dana pensiun, asuransi dlsb. Dia mencapai cita-citanya sebagai pegawai – dalam-dalam di hatinya dia meyakini bahwa dirinya tidak mungkin menjadi pengusaha.

Yang kedua berfikir bahwa segalanya serba mungkin, maka dia eager untuk selalu mencoba segala kemungkinan. Investasi dia adalah dirinya, ilmu-ilmu baru yang dia pelajari, keterampilan baru yang dia asah, kekayaan hati yang terus bertambah seiring dengan jatuh bangunnya dia berusaha.

Yang membedakan keduanya adalah Jebakan Tidak Mungkin, yang pertama terperangkap dalam jebakan ini sehingga melihat tembok ke-Tidak Mungkin-an di sana sini. Yang kedua hidup di alam luas, dia tidak melihat adanya tembok-tembok ke-Tidak Mungkin-an itu.

Negeri ini kini dipenuhi oleh jumlah yang sangat banyak dari jenis yang pertama dan sangat sedikit jenis orang yang kedua. Mudah-mudahan Andalah salah satu orangnya yang sangat sedikit itu, karena negeri ini butuh lompatan besar untuk mengejar ketinggalannya dari negeri-negeri lain yang maju. InsyaAllah !.

Rabu, 19 Desember 2012

Ekonomi Syariah 2.0…


Setelah marxisme dan komunisme gagal, kapitalisme yang mendominasi ekonomi dunia juga nampaknya akan gagal. Krisis demi krisis di dunia barat dalam 4 tahun terakhir adalah tanda-tanda kegagalan itu. Namun karena umat ini belum siap menggantikannya maka penggantinya masih kapitalisme juga, kapitalisme jenis baru yang disebut Capitalism 4.0. Lantas kapan ekonomi Islam atau dikenal dengan Ekonomi Syariah akan menggantikannya ? Peluangnya ada di Ekonomi Syariah 2.0 !

Awal dari kapitalisme (Capitalism 1.0) adalah laissez-faire capitalism yang mulai ada sejak awal abad 19 sampai the Great Depression 1930-an. Ekonomi yang diserahkan ke pasar sepenuhnya membawa pada puncak kehancurannya dengan krisis terbesar sepanjang sejarah yang kemudian dikenal dengan the Great Depression.

Pasca krisis tersebut muncul ketidak percayaan terhadap pasar, maka pemerintah dunia mulai mengatur pasar khususnya pasar keuangan – sejak saat itulah dunia memasuki eraCapitalism 2.0.

Periode ini berlangsung sampai tahun 1980-an ketika pasar mulai tidak mempercayai bahwa pemerintah-pemerintah dunia bisa mengaturnya. Sejak saat itu pasar didominasi bukan oleh sektor riil tetapi oleh industri keuangan dan modal – inilah Capitalism 3.0. Pasar yang nyaris tidak terkendalikan oleh pemerintahan dunia ini juga akhirnya membawa krisis financial global yang kini sudah berusia 4 tahun. Beberapa negara di Eropa bahkan belum sembuh dari krisis tersebut hingga kini.

Ketika sampai tiga model kapitalisme gagal, sebenarnya kesempatan itu datang kepada kita umat ini untuk memberi solusi. Ketika mereka merobohkan rumah-rumah mereka sendiri, tangan-tangan kaum mukminin ini yang mestinya muncul sebagaimana ayat berikut :

“… mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.” (QS 59:2)

Namun karena tangan-tangan kaum mukminin ini belum muncul, kalau toh sudah muncul masih terlalu lemah – maka kemudian untuk sementara yang akan muncul menggantikannya masih kapitalisme juga yaitu yang disebut Capitalism 4.0. Kapitalisme model  baru ini melibatkan pemerintah dan institusi global tertentu yang dengan ketat mengendalikan pasar khususnya sektor keuangan dan modal.

Namun karena pemerintah-pemerintah dunia dan juga lembaga-lembaga keuangan global tersebut punya banyak kepentingan masing-masing, maka Capitalism 4.0 kemungkinan besarnya juga tidak akan berusia panjang melebihi usia kapitalisme  sebelumnya.

Bila usia Capitalism 1.0  mencapai sekitar 130 tahun, Capitalism 2.0 sekitar 50 tahun,Capitalism 3.0 kurang dari 30 tahun – maka Capitalism 4.0 estimasi saya tidak akan melebihi 20 tahun. Artinya waktu kita tidak banyak untuk bisa menggantikan system ekonomi dunia yang gagal. Waktunya kita menggantikannya dengan system ekonomi yang berkeadilan – yang dibimbing oleh wahyu dan sunnah nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Apakah ekonomi syariah yang kita kenal seperti sekarang yang akan menggantikannya ? kemungkinan besarnya bukan yang seperti sekarang !

Yang sekarang ada di pasar Ekonomi Syariah adalah identik dengan bank syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah dlsb. saya sebut sebagai Ekonomi Syariah 1.0. Kita hargai upaya teman-teman yang sudah merintisnya sejak dua dasawarsa terakhir, namun ini terbukti belum cukup siap untuk menggantikan Capitalism 3.0 yang runtuh beberapa tahun terakhir.

Lantas seperti apa Ekonomi Syariah yang bisa menggantikan Capitalism 4.0 yang insyaallah juga akan runtuh kurang dari dua dekade yang akan datang ?, insyaAllah yang menggantikannya adalah Ekonomi Syariah 2.0 – yaitu jenis baru dari ekonomi syariah yang ditumbuh kembangkan dengan akar yang memang berasal dari Islam itu sendiri.

Lantas dimana perbedaannya dengan yang sudah berkembang selama ini ?

Di Ekonomi Syariah 1.0, ahli-ahli ekonomi yang muslim berusaha mengadopsi produk-produk kapitalisme agar sesuai dengan syariat Islam. Bank, Asuransi, Pasar Modal dlsb. yang berasal bukan dari system Islam – diadopsi dan dibuatkan aqad yang sesuai dengan syariat Islam.

Sekali lagi harus kita appresiasi upaya ini karena ada kaidah fiqih yang kurang lebih berbunyi “ kalau belum bisa diikuti semua jangan ditinggalkan semua…”. Artinya meskipun dengan kekurangannya, bank syariah dan asuransi syariah tetap harus dipilih ketimbang bank dan asuransi yang tidak peduli dengan syariah.

Namun itu belum cukup, kita tidak akan bisa menggantikan kapitalisme bila rujukan dasar kita masih kapitalisme itu juga. Kita tidak bisa merubah system bila yang kita ubah baru sekedar aqad-nya sedangkan ruhnya masih ruh yang itu-itu juga.

Maka ruh dari Ekonomi Syariah 2.0 (jilid 2) adalah ekonomi yang memang secara mendasar digali dan dikembangkan dari Al-Qur’an, Sunnah Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan success story penerapannya dalam sejarah Islam selama sekitar 1400 tahun terakhir.

Ekonomi Syariah 2.0 tidak terjebak pada system kapitalisme yang didominiasi pasar keuangan dan modal, tetapi kembali pada pemenuhan kebutuhan manusia yang riil. Bagaimana kekuatan produksi dibangun dengan pengelolaan sumber-sumber daya alam yang adil dan memakmurkan – bukan yang dhalim dan merusak.

Bagaimana pasar dibangun dengan memberi kesempatan yang sama bagi para pelakunya, mencegah kecurangan dan mencegah hukum rimba berlaku di pasar – yang kuat yang menang.

Bagaimana uang sebagai timbangan yang adil diberlakukan untuk mempercepat transaksi barang dan jasa, bukan uang yang menjadi instrumen untuk manipulasi daya beli masyarakat dan eksploitasi satu bangsa oleh bangsa yang lain.

Bagaimana pemerintah-pemerintah berlaku sebagai hakim yang adil untuk memastikan system yang berkeadilan yang mendominasi ekonomi pasar – bukan pemerintah yang memiliki agenda politik tersendiri atau mengikuti kehendak corporatocracy – gabungan kepentingan pemerintah/lembaga internasional dengan institusi-institusi bisnis global.

Seperti apa konkritnya Ekonomi Syariah 2.0 ini ?

Inilah yang masih harus kita gali dan kembangkan terus menerus dari tiga sumber utama itu, yaitu Al-Qur’an, Al-Hadits dan sirah kejayaan umat Islam ini di masa lalu ketika mereka berpegang pada dua sumber yang pertama.

Kita tidak perlu memulainya semua dari awal, tidak perlu reinvent the wheel – kita cukup meniru dan meneruskan pencapian generasi umat ini yang terdahulu. Insyaallah ini salah satu pekerjaan besar Rumah Hikmah yang akan mengadakan diskusi ke 2-nya akhir pekan ini.

Waktu kita tidak banyak, tetapi insyaAllah cukup karena junjungan kita Rasulullah Shallallahu ‘Alahi Wasallam-pun hanya punya waktu 23 tahun tetapi nikmat yang dibawanya sampai ke kita yang hidup lebih dari 1400 tahun sesudah beliau. Umat ini akan bisa meniru keberhasilan beliau – bila yang kita contoh memang beliau, bukan system antah berantah yang tidak jelas asal usulnya dan sudah terbukti gagal sampai tiga kali. InsyaAllah kita bi

Negeri Di Antara Dua Lautan…


Sampai dekade lalu kelaparan dunia yang parah umumnya terjadi di daerah kering seperti Afrika, tetapi kini kelaparan dunia itu sudah memasuki Asia Tengah seperti Tajikistan dan bahkan juga Amerika Latin seperti Peru. Akankah kelaparan parah dunia itu sampai negeri ini ? InsyaAllah tidak. Bila kita bersikap dan bertindak benar, bahkan bisa jadi solusi pangan dunia itu datang dari negeri ini.

Apa yang kita miliki kok bisa yakin bahwa pangan dari negeri ini insyaAllah akan cukup dan bahkan bisa berlebih untuk negeri lain ? jawabannya saya ambil dari diskusi saya dengan pakar kelautan Indonesia, yang sudah belasan tahun bekerja di Jabatan Perdana Menteri Negara Brunei Darussalam yaitu Bapak Agus S Djamil.

Dua pekan lalu saya mendapatkan kehormatan dikunjungi beliau dan berkesempatan belajar langsung dari ahlinya ini. Hasil diskusi tersebut saya share di situs ini agar lebih banyak orang yang bisa melihat peluang besar itu.

Di Al-Qur’an Allah menggambarkan ada suatu tempat yang disebut tempat bertemunya dua lautan. Dari tempat inilah keluarnya lu’lu’u wal marjan (mutiara dan marjan) – QS 55 : 19 -22.

Tempat bertemunya dua lautan itu memang sudah banyak kalangan mufassiriin yang berusaha menafsirkannya, dan di antara mereka pun banyak yang merujuk tempat yang berbeda.

Ibnu Katsir misalnya menafsirkan tempat tersebut adalah di antara Laut Persia yang condong ke timur dan Laut Rum yang condong ke barat. Menurut Jalaluddin as-Suyuthi tempat itu adanya di sekitar wilayah Suriah dan Pelestina. Sayyid Quthb lain lagi pendapatnya, menurut beliau tempat itu adalah Laut Murrah (pahit) dan Danau Timsah (buaya) atau tempat bertemu dua Teluk Aqabah dan Terusan Suez di Laut Merah.

Mana yang benar, wa Allahu A’lam – hanya Allah Yang Maha Tahu. Karena Allah hanya memberi tahu bahwa tempat itu adalah : “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing.” (QS 55:19-20)

Dengan menyebut bahwa di tempat tersebut dua laut bertemu dan di antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing, maka bisa jadi juga tempat tersebut adalah suatu tempat yang bisa kita lihat dengan begitu jelas seperti pada gambar di samping yaitu Indonesia.

Tempat bertemunya dua lautan tersebut yaitu Lautan Hindia dan Lautan Pacific, sungguh suatu tempat yang sangat kaya raya. Kekayaan laut kita ini dijelaskan lebih detil di ayat berikut : “Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan ituperhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supayakamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (QS 16 :14)

Indonesia yang memiliki luas daratan 1.92 juta km2, memiliki luas lautan 3.26 juta km2 atau 1.7 kali luas daratannya. Bila sesuai ayat tersebut di atas bahwa laut adalah sumber pangan, perhiasan, energy, konstruksi, perdagangan – maka sungguh masih sangat besar potensi yang belum digarap itu.

Laut kita yang di peta tersebut di atas diapit oleh dua lautan besar membuat laut kita sangat kaya dengan biodiversity – ke aneka ragaman hayati. Yang disebut lahm dalam ayat tersebut umumnya diterjemahkan sebagai daging yang segar (ikan), namun bisa juga berbagai hasil laut yang menjadi sumber pangan yang tiada batas.

Krisis pangan yang saya singgung di awal tulisan ini antara lain disebabkan oleh orientasi sumber pangan utama penduduk bumi saat ini baru pada sumber pangan dari daratan. Sedangkan luas permukaan bumi 75 %-nya lautan dan hanya sekitar 25 % daratan. Yang 25 % inipun disesaki dengan penduduk bumi yang terus bertambah – lantas dari mana sumber pangan nantinya ? ya dari laut-lah salah satu sumber itu.

Di negeri yang berada di antara dua lautan ini - dan kita memiliki lautan yang sangat kaya yang luasnya 1.7 kali luas daratan kita – sudah sepantasnya lah bila kita menjadi pelopor bagi bangsa-bangsa di dunia dalam mengolah lautan itu.

Dengan niat untuk menjadikan bangsa ini bangsa yang pandai mensyukuri nikmat seperti yang juga diarahkan dalam ayat tersebut di atas, tamu yang saya perkenalkan dalam tulisan ini Bapak Agus S Djamil insyaAllah akan membuat pesantren yang bisa jadi yang pertama adanya di dunia yaitu Pesantren Kelautan. Semoga bisa segera terealisir.

Dengan negeri yang begitu kaya, negeri yang menjadi tempat bertemuanya dua lautan – maka seharusnya kita berperan utama memberi solusi pada masalah-masalah yang dihadapi dunia. Kita adalah bagian utama dari solusi itu, bukan bagian dari masalahnya. InsyaAllah.

Sabtu, 15 Desember 2012

Katakan Dengan Poin…


Kisruh upah buruh di DKI nampaknya akan panjang, pasalnya adalah Upah Minimum Propinsi (UMP) yang ditetapkan untuk tahun 2013 sebesar Rp 2,200,000 ramai-ramai ditolak oleh kalangan pengusaha. Ratusan pengusaha sudah menyatakan keberatannya atas UMP yang naik sekitar 44% dari UMP 2012 tersebut. Apa yang salah sebenarnya ?

Bagi para buruh upah sebesar Rp 2,200,000 (sekitar 1 Dinar) per bulan wajar dianggap belum mencukupi untuk hidup di kota besar seperti Jakarta yang segalanya serba mahal.

Bagi para pengusaha tentu juga sangat berat bila dalam komponen biayanya ada yang melonjak sampai 44 % - karena akan sangat sulit mengimbanginya dengan pertumbuhan usaha mereka.

Walhasil bagi para pengusaha yang bener-bener tidak mampu mengimbangi kenaikan biaya ini dengan pertumbuhan usaha yang memadai, keduanya akan dirugikan. Si pengusaha akan merugi dan akhirnya menutup usaha dan si buruh akhirnya kehilangan lapangan pekerjaan.

Lantas apa solusinya ? disitulah perlunya timbangan yang adil dalam muamalah. Timbangan yang adil akan baik bagi kedua belah pihak, sebaliknya timbangan yang tidak adil akan merugikan keduanya. Dengan timbangan yang adil orang akan bisa menimbang (melihat) segala sesuatu dengan yang sesungguhnya – bukan dengan yang semu.

Kebutuhan buruh adalah upah yang layak, cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Ketika pertumbuhan upah mereka dari waktu ke waktu kalah dengan inflasi, maka tentu kwalitas kehidupan mereka menurun terus – meskpikun angka pendapatannya naik. Dengan timbangan uang kertas, kemampuan memenuhi kebutuhan ini bias – upah sudah naik kok belum juga cukup ?

Kebutuhan pengusaha adalah pertumbuhan asset, bila pertumbuhan asset mereka lebih rendah dari pertumbuhan inflasi maka nilai usaha mereka menyusut dari waktu ke waktu. Bila pertumbuhan biaya melebihi pertumbuhan pendapatan – maka akan lebih cepat lagi menyusutnya usaha itu. Dengan timbangan yang semu, pengusaha tidak bisa secara riil mengetahui apakah assetnya sungguh-sungguh bertambah atau hanya angkanya saja yang naik mengiringi inflasi.

Dengan timbangan yang adil, maka keduanya dapat melihat secara objektif, apakah kebutuhan buruh semakin terpenuhi dan apakah asset perusahaan dapat bener-bener mengalami  pertumbuhan.

Saya gunakan tiga grafik dibawah untuk menjelaskan hal ini agar dapat lebih mudah dipahami secara visual.

Sejak tahun 2000 sampai sekarang, harga beras rata-rata dalam Rupiah telah mengalami kenaikan 222% dari Rp 2,624 (2000) ke Rp 8,459 (2012) – atau mengalami kenaikan sekitar  10% per tahun.

UMP DKI pada periode yang sama mengalami kenaikan 344% dari Rp 344,257 (2000) ke angka Rp 1,529,150 (2012) atau mengalami kenaikan rata-rata  sekitar 13 % per tahun.


Apakah selama ini berarti buruh mengalami peningkatan pendapatan riil dan meningkat kemakmurannya ? Alahamdulillah mestinya membaik. Ini bisa dilihat di grafik berikutnya di bawah.

Tidak sehebat angkanya dalam Rupiah, tetapi bila dikonversikan ke beras, memang lebih baik. UMP tahun 2000 setara 131 kg beras, kini setara 181 kg beras.


Penghasilan riil naik, cukup untuk membeli beras tetapi belum berarti makmur bila kita gunakan standar tolok ukur yang baku yaitu nisab zakat. Dengan timbangan emas yang kemudian saya konversikan menjadi universal unit of account (poin) yang nilainya setara 1 ¢¢ Dinar (1/10,000 Dinar), UMP buruh DKI ternyata malah turun dari 10,690 poin (2000) ke angka 7,017 poin (2012).

Untuk bisa dikatakan makmur, UMP perlu didongkrak bersama oleh pemerintah, pengusaha dan para buruh sendiri sehingga mencapai angka di atas 16,667 poin per bulan atau setara 20 Dinar per tahun. Bila dirupiahkan sekarang sekitar Rp 3.8 juta per bulan.

Apakah pengusaha akan mampu memakmurkan karyawannya sampai angka tersebut ? lha wong angka Rp 2.2 juta saja untuk tahun 2013 mereka sangat keberatan ?.

Itulah perlunya timbangan yang adil itu. Pengusaha dan buruh duduk bareng, menimbang bareng kemampuan perusahaan tumbuh dan kemampuan membayar ke buruh yang sesuai. Kemudian disepakati bareng, ayo kerja keras bareng - untuk mencapai benchmarkkemakmuran yang dicita-citakan bersama.

Kalau dahulu ada ungkapan ‘katakanlah dengan bunga’ , maka sekarang saya ganti dengan ‘katakanlah dengan poin’ – agar kita bisa ‘menimbang’ secara adil, agar buruh dan pengusaha punya benchmark yang sama ! InsyaAllah.