PERGERAKAN HARGA DINAR DALAM 24 JAM

Jumat, 23 Agustus 2013

Peak Gold, Harga Emas Dan Sirkulasinya…

KATEGORI : DINAR/EMAS

Di dunia pertambangan dikenal istilah ‘peak’ untuk menggambarkan puncak produksi yang kemudian diikuti dengan penurunan produksi secara terus menerus. Pada hampir semua jenis pertambangan, para ahli tidak pernah bersepakat masalah kapan terjadinya ‘peak’ ini, apakah sudah lewat atau masih akan terjadi. Bagaimana dengan emas ? Apakah sudah terjadi peak gold ? indikator berikut bisa membantu kita memahami fenomenanya.

Data ini saya ambilkan dari Casey Research, yang menggambarkan hasil dari pertambangan-pertambangan emas terbesar dunia berdasarkan grade-nya. Yang disebut grade disini adalah berapa gram emas bisa diperoleh dari setiap ton penambangan bijih emas (Aurum Ore).

Source : Casey Research


Dari grafik di atas kita bisa tahu bahwa ada trend penurunan grade yang significant dari 10 penambang terbesar dunia. Bila 15 tahun lalu (1998) para penambang besar rata-rata masih bisa memperoleh sekitar  4.6 gram dari setiap ton bijih emas , kini hasil tersebut hanya berada pada kisaran 1.1 gram.

Apa artinya ini ?, para penambang-penambang besar kini pada umumnya tinggal mengkorek sisa-sisa dari penambangannya. Sekarang dibutuhkan kerja lebih dari empat kali lebih berat untuk mengambil material yang empat kali lebih banyak – sekedar untuk menghasilkan jumlah emas yang sama dengan 15 tahun lalu.

Apa pengaruh indikator peak gold ini pada harga emas dunia ?, karena kebutuhan emas dunia akan cenderung meningkat setidaknya dengan meningkatnya jumlah penduduk – sementara produksinya cenderung menurun, maka harga jangka panjang emas dunia tentu akan juga cenderung meningkat.

Lantas dengan demikian apakah ini cukup untuk men-justifikasi bahwa emas tidak akan cukup untuk digunakan sebagai uang dunia ? jawabannya adalah tidak ! Emas insyaallah tetap akan cukup untuk digunakan sebagai uang atau timbangan yang adil bagi muamalah penduduk seluruh dunia – karena bukan jumlahlah yang menentukan tetapi sirkulasi atau putarannya.

Itulah sebabnya emas tidak boleh ditimbun, tidak boleh digunakan perhiasan lelaki, tidak boleh untuk alat-alat makan dlsb. agar emas tetap tersedia dalam jumlah cukup untuk beredar dan berperan sebagai uang atau timbangan muamalah yang adil.

Dari sini pulalah perlunya pemahaman fiqih jual beli emas yang sesuai jamannya di era teknologi informasi dan perdagangan dunia ini. Bila jual beli emas dari tangan ke tangan diartikan harus secara fisik pindah dari tangan ke tangan – maka teknologi informasi tidak bisa berperan dalam perdagangan emas. Pengertian pindah dari tangan ke tangan secara fisik juga menjadi sulit diterapkan manakala kita harus mengimpor atau mengekspor emas dalam jumlah besar.

Maka pengertian dari tangan ke tangan berupa berpindahnya akses penggunaan/kontrol atau pengelolaan dari penjual ke pembeli menjadi lebih sesuai untuk jaman ini.  Sama dengan ketika Anda berjual beli gandum satu gudang, kan tidak berarti gandumnya diserahkan secara fisik dari tangan penjual ke Anda sebagai pembeli. Penjual cukup menyerahkan dokumen atau kunci gudang dan Anda sudah menjadi pemilik yang sah atas gandum segudang tersebut.

Dokumen atau kunci gudang di jaman teknologi informasi ini bisa berupa electronic record, password dlsb. yang merepresentasikan kepemilikan yang sah sehingga pembeli bisa memanfaatkan atau mengelola emas atau gandum yang dibelinya dari si penjual.

Melalui sarana teknologi informasi inilah perputaran emas menjadi bisa berjalan jauh lebih cepat, artinya dengan jumlah yang lebih sedikitpun tetapi berputar lebih banyak – dia akan bisa memutar ekonomi secara lebih banyak pula. Dengan kecepatan berputar yang lebih tinggi inilah emas insyaAllah akan tetap cukup untuk digunakan sebagai uang atau timbangan yang adil bagi muamalah penduduk seluruh dunia – meskipun seandainya jumlah emas yang ditambang sudah semakin sedikit ketimbang jumlah penduduk  dunia yang terus tumbuh.

Emas memang kemungkinan besarnya akan terus bertambah mahal – bila dibeli dengan uang kertas yang semakin tidak bernilai, tetapi dia tetap akan bisa secara cukup berfungsi sebagai alat tukar atau timbangan yang adil bagi muamalah barang-barang kebutuhan manusia yang riil – bila dia dikelola sesuai dengan jamannya tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip syariat yang dijamin kebenarannya sepanjang jaman.

Senin, 01 Juli 2013

Emas Di Antara Pesimism dan Optimism…

KATEGORI : DINAR/EMAS

Setelah penurunan beruntun harga emas dunia sejak April lalu, tidak dipungkiri bahwa semakin banyak pihak yang pesimis dengan perkembangan harga emas kedepan. Pada saat yang bersamaan tentu masih ada juga yang tetap optimis atau setidaknya mengambil kesempatan dari harga emas yang terdiscount secara besar-besaran ini. Siapa yang pesimis dan siapa yang optimis ?
Yang pesimis pada umumnya adalah para investor dan spekulan yang memandang emas hanya sebagai salah satu instrument investasi saja. Mereka ini antara lain terpersonifikasi pada diri George Soros untuk individual dan Goldman Sachs untuk institusi. Perilaku keduanya terhadap emas telah ikut mendorong jatuhnya harga emas dunia dalam beberapa bulan terakhir.
Yang pesimis ini  jumlahnya sedikit, tetapi mereka inilah yang perkasa di perdagangan emas dunia – terutama yang dalam bentuk paper seperti ETF dlsb. Jadi meskipun jumlahnya sedikit mereka tetap mampu mengguncang dunia perdagangan emas.
Lantas siapa yang masih bisa optimism dan bahkan mengambil kesempatan dalam kejatuhan harga emas dunia ini ? Mereka ini adalah masyarakat yang secara tradisi memang menggunakan emas sebagai bagian dari lifestyle-nya. Masyarakat China dan India yang penduduknya mewakili sekitar 40% dari penduduk dunia, kebutuhan emas fisiknya mewakili sekitar 61 % dari pasar emas fisik dunia.
Pasca kejatuhan harga emas di bulan April lalu, emas fisik di India rata-rata diperdagangkan lebih tinggi sekitar US$ 40 /ozt diatas harga emas dunia per troy ounce-nya. Dua pekan lalu sekitar 10,000-an orang di China rela ngantri di jalan untuk memborong emas yang lagi jatuh harganya.
Di sinilah ironinya, pasar emas fisik yang begitu besar seperti di India, China dan bahkan juga Indonesia, dalam hal harga masih sangat terpengaruhi oleh pasar emas non fisik. Sebaliknya Amerika dan Eropa dimana pasar emas fisiknya hanya sekitar 10% dari pasar emas fisik dunia, perdagangan bursanya yang di London dan New York seolah menjadi penentu harga emas dunia.


Pasar Emas Fisik Dunia (Source : World Gold Council)
Lantas dimana posisi kita di antara kedua kelompok tersebut di atas ? Kita bukan George Soros atau Goldman Sachs, tapi kita juga bukan India atau China. Kita membutuhkan emas bukan sebagai investasi atau hanya sekedar lindung nilai, kita membutuhkan emas untuk timbangan yang adil dalam muamalah, dan bahkan juga membutuhkan emas untuk pelaksanaan sebagian syariat itu sendiri seperti menentukan nilai untuk membayar zakat dlsb.
Bahkan negeri ini sebenarnya juga butuh tambahan cadangan emas di bank sentral yang kini tinggal sekitar 73 ton atau sekitar 24% lebih rendah dari cadangan emas kita selama seperempat abad antara tahun 1981 s/d 2006. Kalau tidak bisa menambah, setidaknya kini kesempatan baik untuk membeli kembali emas yang pernah kita jual di akhir 2006 – mumpung harga lagi murah ! Belasan negara di dunia menambah cadangan emas di bank sentral-nya sepanjang tahun lalu, mengapa tidak Indonesia ?
Bagi negeri-negeri yang penduduknya mayoritas Islam, selain meningkatkan cadangan emas bank sentralnya, mestinya bisa juga mengikuti apa yang dilakukan India dan China – yaitu mendorong rakyatnya menguasai emas fisik dunia. Bukan untuk ditimbun atau sekedar dijadikan perhiasan, tetapi agar kita punya timbangan yang adil untuk muamalah itu kembali – mumpung harga emas dunia lagi murah. Wa Allahu A’lam.
- See more at: http://www.geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/82-gd-articles/dinar-emas/1268-emas-di-antara-pesimism-dan-optimism#sthash.2uy5zCO7.dpuf

Jumat, 21 Juni 2013

Harga Emas Jatuh, Masihkah Berfungsi Sebagai Proteksi Nilai…?

KATEGORI : DINAR/EMAS

Untuk kedua kalinya dalam beberapa bulan terakhir harga emas jatuh, pagi ini harga emas di pasar internasional di kisaran US$ 1,283/ozt dan Dinar berada di kisaran Rp 1,800,000,-. Penyebabnya masih sama yaitu sebagaimana kenaikannya didorong oleh kebijakan Quantitative Easing (QE) the Fed, kejatuhannya juga disebabkan oleh (rencana) penghentian QE ini. Pertanyaannya adalah, masihkah emas atau Dinar efektif untuk instrumen proteksi nilai ?
Untuk menjawab ini saya gunakan dua data, yaitu data inflasi dari Biro Pusat Statistik (BPS) dan data harga emas internasional dari Kitco. Untuk data inflasi BPS, saya hanya dapat data untuk tujuh tahun terakhir yaitu sejak 2007-2013 (yg terakhir ini estimasi). Data ini kemudian saya sajikan dalam grafik berikut.

Sumber Data Inflasi : BPS; 2013 estimasi 7 %

Cara membacanya adalah, seandainya tahun 2006 kita membeli barang secara umum seharga Rp 780,000 – yaitu setara 1 Dinar saat itu, maka mengikuti data inflasi tersebut barang yang sama saat ini dapat kita beli dengan harga Rp 1,174,000,-. 1 Dinar yang saat ini sekitar Rp 1,800,000,- tetap lebih dari cukup untuk membeli barang tersebut pada harganya sekarang.

Inilah fungsi proteksi nilai itu, yang ditunjukkan dalam grafik yang masih berada di atas grafik harga inflasi.

Untuk data yang lebih panjang yaitu dalam rentang 43 tahun sejak tahun 1970-2013, atas permintaan salah satu pembaca saya sajikan dalam bentuk table berikut.

Sumber : Kitco dlll
Cara membaca table tersebut adalah bila Anda pada tahun 1970 memiliki uang Rp 1,- yang saat itu cukup untuk membeli 1 krupuk, berapa krupuk yang Anda bisa beli saat ini dengan uang Rp 1 ,- ? Ternyata harga krupuk saat ini adalah Rp 1,000,- sehingga uang Rp 1,- hanya cukup untuk membeli 1/1000 krupuk.
Surprise ?, data yang saya kumpulkan dan olah dari Kitco dan perbagai sumber informasi nilai tukar menghasilkan perhitungan daya beli 1 Rupiah terhadap krupuk per pagi ini adalah 0.0012 atau sangat-sangat dekat dengan 1/1,000 bukti empiris lapangan – Anda bisa beli krupuk di kantin Anda dengan harga Rp 1,000 ini insyaAllah. Saya sajikan pula satuan-satuan yang lebih besar karena tentu uang Anda bukan hanya untuk membeli krupuk !
Grafik dan table tersebut di atas menguatkan teori bahwa emas adalah instrumen proteksi nilai yang efektif untuk jangka panjang. Bila Anda kecewa dengan penurunan nilainya akhir-akhir ini, bisa jadi karena Anda baru menggunakannya untuk beberapa tahun terakhir – sehingga belum cukup lama untuk bisa menikmati efektifitas fungsi proteksi nilainya. Wa Allahu A’lam.

Jumat, 14 Juni 2013

Harga Emas Turun, Bagaimana Daya Belinya ?


Published on Friday, 14 June 2013 07:32

Sudah tiga bulan ini harga emas berada pada titik terendahnya sehingga sebagian investor mulai kehilangan kepercayaannya. Namun bagi Anda yang membeli  emas untuk memproteksi hasil jerih payah Anda supaya tidak tergerus inflasi, Anda mestinya tidak perlu kawatir. Emas tetap membuktikan daya beli yang sangat kuat untuk kebutuhan manusia dalam jangka panjang. Berikut saya sajikan datanya untuk kebutuhan energi dan pangan.

Dari tiga kebutuhan pokok manusia yang disebut FEW (Food, Energy and Water), hanya data harga air yang tidak ada statistiknya – karena air memang tidak seharusnya dijual. Harga energy yang terwakili oleh harga minyak tersedia cukup dari berbagai sumber untuk jangka waktu yang sangat panjang. Harga bahan pangan, khususnya yang terkait kita langsung – ada  harga beras di pasar internasional yang dipublikasikan salah satunya oleh FAO (Food and Agriculture Organization).

Dalam jangka panjang lebih dari 40 tahun terakhir, pergerakan harga minyak dunia cenderung beriringan dengan harga emas.


Oil vs Gold from various sources

Karena emas masih sedikit cenderung lebih kuat ketimbang minyak, efek jangka panajangnya dapat dilihat dari harga minyak bila dibeli dengan emas pada grafik dibawah. Harga minyak tertinggi adalah 0.11 troy ounce emas per barrel (2005) dan terendah 0.03 troy ounce emas per barrel (1988). Tahun 1970 harga ini berada pada 0.09 troy ounce emas per barrel, dan kini harga itu berada pada angka 0.06 troy ounce emas per barrel. Minyak cenderung lebih murah bila dibeli dengan emas !


Oil Price in Gold

Untuk harga beras, saya belum peroleh datanya yang bersifat jangka panjang. Tapi dari data enam tahun terakhir yang saya ambilkan dari situsnya FAO, trend-nya adalah seperti pada grafik berikut.


Rice vs Gold Price (FAO, Kitco)

Bila kita konversikan harga beras dalam emas, maka trendnya-pun menurun. Bila pada tahun 2008 dibutuhkan sekitar 20 gram emas untuk membeli 1 ton beras di pasar internasional, dengan harga emas yang rendah saat ini-pun hanya dibutuhkan sekitar 12 gram emas untuk membeli 1 ton beras di pasar internasional. Harga beras yang saya pakai ini adalah harga beras Vietnam yang banyak diimpor oleh negeri ini.


Rice Price in Gold

Jadi apa makna dari grafik-grafik tersebut di atas ? Emas terbukti efektif dalam mempertahankan daya belinya untuk waktu yang sangat panjang ! Kejadian penurunan harga emas akhir-akhir ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak, bahwa emas memang bukan untuk investasi spekulatif jangka pendek. Emas untuk mempertahankan nilai tukar atau daya beli dari hasil jerih payah Anda dalam meng-cover kebutuhan jangka panjang Anda.

Untuk cadangan biaya anak sekolah sekian belas tahun lagi, untuk cadangan biaya haji yang kini antriannya semakin panjang, untuk cadangan biaya kesehatan hari tua dlsb. maka Anda dapat gunakan emas atau Dinar untuk kepentingan-kepentingan semacam ini.

Sedangkan untuk investasi, yang terbaik adalah apabila Anda bisa berinvestasi di sektor riil yang dikelola dengan baik. Itulah sebabnya situs inipun bertransformasi kearah edukasi bisnis dan entrepreneurship, agar lebih banyak dari umat ini yang terjun ke dunia usaha, memutar ekonomi, menciptakan lapangan kerja dan menerbarkan keberkahan. InsyaAllah.
- See more at: http://www.geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/82-gd-articles/dinar-emas/1258-harga-emas-turun-bagaimana-daya-belinya#sthash.YElUw6Km.dpuf

Rabu, 01 Mei 2013

Pemerintah Selalu Bisa Menurunkan Harga BBM…


Pemerintah Selalu Bisa Menurunkan Harga BBM…

Kita mungkin memang lagi hidup di jaman yang serba tidak enak. Harga bahan pangan terus naik, harga bahan bakar terus melambung, ke-aneka ragaman hayati terus berkurang, hujan menimbulkan banjir, kemarau menimbulkan kelangkaan air dan pendek kata masih ada segudang keluhan lainnya. Tetapi ‘alhamdulillah ‘ala kulli haal, mestinya masih tidak kurang banyaknya yang bisa kita syukuri. Bagaimana caranya ?, salah satunya dengan ‘memahami’ apa yang sedang terjadi – contohnya pada harga BBM.

Wacana kenaikan harga BBM di media hari-hari ini memang banyak menimbulkan keresahan di masyarakat, penyebabnya utamanya adalah masyarakat pasti mudah menghitung dampaknya pada biaya hidup yang akan mereka pikul. Apalagi dalam sejarah kenaikan harga BBM ini pasti juga segera diikuti kenaikan harga kebutuhan pokok lainnya.

Keresahan ini makin menjadi-jadi ketika pihak yang berkompeten dalam memutus harga ini – yaitu pemerintah – nampak mbingungi sendiri. Sempat muncul ide konyol dengan dua harga – sempat menggoda sebagian rakyat untuk berfikir yang tidak-tidak, sebelum akhirnya kembali ke rute yang lebih normal – yaitu menaikkan harga tetapi tetap satu harga.

Agar kita bisa lebih mudah memahami bahwa memang ‘waktu’nya pemerintah menaikkan harga ini, saya menggunakan perhitungan harga premium sebagai contoh dengan menggunakan poin. Kalkulator poin ini dapat Anda peroleh di www.indobarter.vom atauwww.unilanx.com.

Logika poin ini adalah karena harga kambing setara dengan 1 Dinar sejak jaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hingga kini, maka dengan timbangan yang sama yaitu Dinar atau Emas mestinya harga barang-barang lain juga dapat dilihat kewajarannya. Tetapi karena satuan Dinar terlalu besar yaitu lebih dari Rp 2 juta per Dinar saat ini, saya gunakan pecahan 1/10000 Dinar atau 1 ¢¢ Dinar yang saya sebut 1 poin.

Harga Premium 1970-2013
Nah dengan menggunakan poin ini, kita bisa melihat kewajaran harga premium sejak lebih dari  40 tahun lalu (1970) seperti pada grafik di samping. Harga premium tertinggi adalah tahun 1970 ketika 1 liter premium seharga Rp 25,- tetapi dalam poin saat itu setara dengan 119 poin. Setelah itu harga premium terus melonjak dalam Rupiah tetapi cenderung turun dalam poin.

Harga premium terendah yang kita nikmati saat ini yaitu Rp 4,500/liter yang di tahun 2012 kemarin ini setara hanya dengan 20 poin saja. Kalau toh pemerintah menaikkan menjadi Rp 6,500/liter tahun 2013 ini, dalam hitungan poin ini hanya setara dengan 32 poin atau jauh lebih rendah dari rata-rata harga premium dalam 40 tahun terakhir yang berada di kisaran 54 poin/liter.

Dari perhitungan ini kita tahu bahwa kenaikan harga dalam Rupiah adalah hanya masalah angka, bukan masalah daya beli, angkanya tinggi tetapi dalam daya beli riilnya rendah.

Bahwasanya kenaikan harga BBM dalam satuan uang Rupiah selalu menjadi kontroversi di negeri ini adalah karena perhatian kita selalu pada angka Rupiah-nya bukan pada daya beli riil-nya.

Maka apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah agar setiap penyesuaian harga BBM (dalam angka Rupiah) tidak berdampak pada kericuhan nasional adalah fokus pada perbaikan daya beli yang ada di masyarakat. Atau dengan kata lain juga yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah fokus pada pengendalian inflasi Rupiah.

Kalau saja pemerintah bisa mengendalikan nilai Rupiah sejalan dengan nilai emas (Dinar) dalam 40 tahun terakhir atau lebih, maka dari waktu ke waktu pemerintah tidak perlu menimbulkan kepanikan di masyarakat dengan menaikkan harga BBM.

Sebaliknya pemerintah akan sering menebar kabar gembira ke masyarakat manakala pemerintah harus menurunkan harga BBM seperti yang tercermin di garis merah dalam grafik tersebut di atas. Hanya saja karena pemerintah tidak melakukan yang seperti ini, maka apa salahnya kita menghibur diri dengan memahami penurunan harga BBM itu dari kacamata Dinar atau poin kita sendiri !.

Senin, 15 April 2013

‘Wag The Dog’ Harga Emas…


KATEGORI : DINAR/EMAS

Ada Joke yang dimulai dengan pertanyaan : ‘mengapa anjing suka mengibaskan ekornya ?’, jawabannya adalah ‘karena anjing lebih cerdas dari ekornya’. Kalau saja si ekor lebih cerdas dari anjingnya maka bisa jadi si ekorlah yang mengibaskan anjing – bukan sebaliknya. Perandaian ini yang kemudian dalam bahasa Inggris memunculkan idiom ‘Wag the Dog’ – si ekor yang mengibaskan anjingnya. Fenomena penurunan harga sangat tajam yang terjadi di pasar emas global dalam beberapa hari terakhir adalah fenomena yang mirip dengan ‘Wag the Dog’ ini

Dalam bahasa Inggris idiom ‘Wag the Dog’ adalah untuk menggambarkan pengelabuan perhatian secara sengaja dari sesuatu yang besar dan nyata kearah sesuatu yang direkayasa dan tidak nyata.

Idiom tersebut bahkan diangkat menjadi sebuah film komedi terkenal di tahun 1997 dengan judul ‘Wag the Dog’. Film ini tentu saja fiksi tetapi nampaknya terinspirasi oleh beberapa kejadian sesungguhnya di Amerika dalam suatu era pemerintahan beberapa tahun sebelumnya. Diceritakan disitu bahwa bagaimana seorang incumbent president yang sedang akan mencalonkan kembali untuk periode kedua kalinya, melakukan segala cara untuk sekedar memperbaiki namanya yang telah rusak oleh skandal perempuan.

Agar perhatian publik beralih dari skandal yang dialaminya, sang presiden menunjuk team khusus untuk membuat serangkaian berita yang dapat mengalihkan perhatian publik. Lebih dari itu berita ini harus bisa membalik arah membuat sang incumbent president menjadi pahlawan bagi negerinya.

Maka team khusus tersebut mendekati seorang produser di Hollywood untuk memalsukan sebuah perang. Dipilihlah negeri kecil yang jauh antah berantah sebagai musuhnya – yaitu Albania. Dibuatlah alasan perang dadakan ini bahwa Albania seolah menjadi sarang teroris sehingga perlu diserang secara tiba-tiba.

Tetapi perang, kejadiannya, tokoh-tokoh-nya semua rekaan Hollywood dan dibuat di dalam sebuah studio film. Ketika film ‘berita perang’ ini kemudian didistribusikan di media masa, semua media memuatnya lengkap dengan berbagai bumbu-bumbu seolah kejadian perang tersebut bener-bener nyata,  dan publik-pun mempercayainya.

Message-nya adalah, bahkan ‘sebuah perang’ bisa dibuat dalam studio dan cukup untuk membalik arah dari tokoh yang sebenarnya tidak lagi layak pilih karena kelakuannya, tiba-tiba berubah menjadi pahlawan nasional yang layak untuk memimpin negeri. Sebuah cerita reka-an yang mampu menggerakkan publik utuk memilih presiden – yang sesungguhnya sudah tidak lagi layak memimpin.

Lantas apa kaitannya cerita ‘Wag the Dog’ tersebut dengan runyamnya harga emas beberapa hari terakhir ?. Coba seandainya Anda merem dan menutup telinga. Tidak melihat/membaca berita dan tidak pula mendengarnya melalui radio. Kemudian di hadapan Anda disajikan fakta yang sesungguhnya yaitu sebongkah emas fisik dan segepok uang kertas Dollar. Mana yang Anda pilih ?, hampir pasti kebanyakan orang akan memilih emas.

Tetapi sekarang buka mata dan telinga Anda, baca seluruh berita dan analisa. Kemudian disajikan kembali kepada Anda sebongkah emas fisik dan segepok uang kertas Dollar. Maka untuk saat ini mungkin pilihan Anda akan berubah, Dollar akan mengkin menjadi pilihan Anda saat ini. Mengapa ?

Karena somewhere di luar sana ada yang lagi membuat ‘film perang di dalam studio’ – ada yang lagi membuat ‘Wag the Dog’. Segelintir pemain yang membuat skenario kejatuhan harga emas dunia untuk kepentingan mereka – menutupi kondisi ekonomi dan moneter dunia yang sesungguhnya. Dan sayangnya ketika ‘film dari studio’ ini diputar – seluruh pasar mempercayainya – sehingga harga emas bener-bener jatuh !.

‘Film dari studio’ ini bercerita tentang dihentikannya Quantitative Easing dari the Fed-nya Amerika, tentang Cyprus yang harus menjual cadangan emas negerinya untuk bisa sekedar survive dari keterpurukannya, negeri-negeri lain yang seolah akan harus mengikuti jejak Cyprus untuk menjual cadangan emasnya dlsb.dlsb. semua ceritanya lengkap dan cukup untuk ‘Wag the Dog’ seluruh pasar emas dunia.

Tetapi apakah semua pemain pasar akan termakan propaganda tersebut ? Nampaknya tidak. Pemain sekaliber HSBC misalnya, di tengah kepanikan jual di pasar emas kemarin merilis pernyataan tentang posisinya bahwa emas tetap menjadi portfolio yang menarik untuk diversifikasi aset dan pelindung terhadap skenario inflasi tertentu. “Terlepas dari jatuhnya harga emas ini, kami tidak akan meniadakan pentingnya emas dalam portfolio aset keseluruhan kami. Kami tetap mempertahankan 8 % posisi emas taktis di dalam alokasi aset kami” kata mereka di HSBC.

HSBC rupanya tidak ikut terkibaskan oleh skenario ‘Wag the Dog’-nya segelintir pemain yang ‘mengatur’ kejatuhan harga emas dunia ini. Dengan pandangan jernih pula, insyaAllah kita tidak akan  ikut 'terkibaskan' oleh skenario yang sama  - kita tahu siapa yang sesungguhnya layak memimpin dunia dalam jangka panjang - emaskah ? atau Dollar ?.

Jumat, 12 April 2013

Harga Emas Dalam Perspektif Jangka Panjang…



Semalam harga emas turun tajam – paling tajam sejak saya mulai mengamati langsung pergerakan harga emas dunia lima tahun terakhir. Dalam situasi seperti ini, pasti banyak pertanyaan dari masyarakat pengguna emas atau Dinar. Ada apa sebenarnya ?, apa yang harus dilakukan ? kemana arah selanjutnya ? dlsb. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan lebih mudah dijawab bila kita lihat harga emas ini dalam perpektif jangka panjang dan dalam perspektif ekonomi yang lebih luas.

Sumber : BPS, IDX, Kitco & GeraiDinar
Saya akan gunakan data dua puluh tahun terakhir dan belajar juga dari luar pasar emas, yaitu dengan saudara-nya yang mirip - pasar saham. Untuk era modern ini pasar saham lebih mateng dari pasar emas karena para pemainnya adalah korporasi-korporasi besar dunia. Bila di Indonesia ya perusahaan-perusahaan besar Indonesia.

Selama dua puluh tahun terakhir, setidaknya saya melihat tiga kali penurunan besar di pasar saham yaitu selama krisis 1997-1998 (turun 38%), krisis di awal reformasi tahun 2000 (turun 42%) dan terakhir pengaruh krisis finansial global tahun 2008 (turun 51%).

Pada periode yang sama, harga emas atau dalam hal ini saya setarakan Dinar mengalami dua kali penurunan besar yaitu tahun 1999 (turun 27%) dan yang sekarang sedang terjadi (sudah turun 14% dari harga tertingginya 2011).

Apa Penyebabnya ?

Kenaikan harga saham mestinya sejalan dengan pertumbuhan perusahaan-peusahaan yang tercatat di bursa saham. Karena yang tercatat di bursa saham umumnya perusahaan-perusahaan besar yang memegang peran penting pada ekonomi suatu negara, maka pertumbuhan bursa saham mestinya juga seiring dengan pertumbuhan ekonomi negeri yang bersangkutan.

Bila pertumbuhan ekonomi rata-rata misalnya 6 %, tetapi Index Harga Saham Gabungan melonjak jauh di atas angka ini, maka bisa jadi kenaikan ini bukan karena faktor fundamental – tetapi lebih karena faktor sentimen pasar yang dengan mudah akan terkoreksi bila sentimen tersebut berbalik arah. Itulah umumnya yang terjadi pada setiap penurunan besar di bursa saham yang tercermin dalam grafik tersebut di atas.

Bila saham mestinya seiring dengan pertumbuhan ekonomi, tidak demikian dengan harga emas. Emas berada di pasar komoditi dan emas juga merupakan cermin dari harga barang-barang. Oleh karenanya kenaikan harga emas, seharusnya mencerminkan kenaikan harga barang-barang pada umumnya. Atau dengan kata lain kenaikan harga emas mestinya sejalan dengan inflasi.

Bila kita asumsikan inflasi rata-rata itu juga hanya 6 %, maka kenaikan harga emas yang terlalu tinggi  - seperti yang sempat mencapai kenaikan 53 % dari 2010 ke 2011- bukan merupakan kenaikan yang didukung oleh faktor fundamental yang wajar. Pendorongnya lebih banyak karena faktor sentimen pasar.

Dalam hal harga emas sentimen pasar yang melonjakkan harga emas itu adalah kebijakanQuantitaive Easing (QE) dari the Fed-nya Amerika Serikat. Kebijakan QE 1 yang dilakukan Amerika tahun 2008 membuat harga emas melonjak 33 % di tahun 2008, QE 2 yang dilakukan tahun 2010 membuat harga emas melonjak 53 % di tahun 2011. QE 3 di tahun 2012 belum sempat mengangkat pasar ketika isu dihentikannya program QE mulai merebak di pasar.

Sebagaimana sentimen QE melonjakkan harga emas selama 2008- 2011, maka ketika sentimen QE ini menghilang, harga emas seperti roket yang terhempas jatuh karena hilangnya daya dorong - itulah yang terjadi saat ini di pasar emas dunia tidak terkecuali Indonesia !


Lantas Apa Yang Perlu Kita Lakukan ?

Lagi-lagi kita bisa belajar dari saudara tua pasar emas yaitu pasar saham. Para pemain baru – yang umumnya individu – di pasar saham, mereka panik ketika harga saham jatuh. Dalam kondisi ini mereka justru menjual saham dan meninggalkan pasar saham, mereka inilah yang paling merugi karena yang tadinya baru potential loss (ketika harga saham jatuh) diubah menjadi actual loss (ketika saham dijual pada saat harga jatuh).

Pemain-pemain yang bersifat long term – umumnya perusahaan-perusahaan yang memilikitrack record panjang di bursa saham – mereka mencatat dan memperhitungkan potential loss ini – tetapi mereka tidak meng-actual-kan loss-nya karena mereka tidak menjual ketika harga saham jatuh. Karena perpektifnya yang lebih jauh, mereka-mereka inilah yang diuntungkan ketika terjadi rebound di pasar saham seperti yang terjadi dalam 5 tahun terakhir – sejak kejatuhannya di tahun 2008.

Maka demikian pula yang bisa dilakukan oleh para pengguna emas atau Dinar. Penurunan yang significant sekarang tentu menjadi potential loss bagi emas atau Dinar Anda (terutama yang membelinya ketika harga tinggi di tahun 2011 dan sesudahnya), tetapi potential loss ini baru akan menjadi kerugian yang sesungguhnya – actual loss – bila Anda menjual selagi harga emas rendah seperti sekarang ini.

Bila Anda bertahan sekarang untuk perspektif jangka panjang, maka ketika harga emasrebound – InsyaAllah Anda pula yang akan diuntungkan.


Apakah Harga Emas Masih Akan Turun Terus ?

Untuk jangka pendek kemungkinan itu tentu ada karena seperti roket yang kehilangan daya dorong tersebut di atas. Namun sama dengan harga saham yang jatuh berkali-kali-pun tetap bisa bangkit kembali karena sejauh ekonomi suatu negara tetap tumbuh, harga saham mestinya juga tetap bisa tumbuh (kembali) – sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.

Demikian halnya dengan harga emas, sejauh inflasi atau kenaikan umum harga barang-barang masih terjadi di suatu negeri – maka emas tidak terkecuali, dia akan ikut naik sejalan dengan inflasi itu.

Meskipun saya gunakan pembelajaran dengan harga saham untuk memahami penurunan harga emas kali ini, tidak berarti lantas saya menganjurkan investasi saham dan produk-produk turunannya meskipun sekarang lagi sangat menggiurkan hasilnya. Karena bila koreksi itu terjadi seperti yang pernah terjadi 3 kali dalam dua dasawarsa terakhir, maka koreksi itu akan menyakitkan – sebagaimana yang kita alami kini untuk koreksi harga emas.

Tetapi apakah emas lebih baik ?, mungkin ini subjektif tetapi agar tidak subjektif silahkan perhatikan kinerja keduanya di grafik tersebut di atas – dan Anda bisa tarik kesimpulan Anda sendiri. Saya tidak pernah mengatakan bahwa investasi emas itu adalah investasi terbaik, karena emas bukan instrumen investasi yang sesungguhnya – emas lebih merupakan instrumen untuk mempertahankan nilai.


Lantas Apakah Investasi Terbaik Itu ?

Yang terbaik adalah investasi yang tidak hanya berorientasi untung rugi, yang tidak terbatas pada penciptaan nilai (value creation) , yang terbaik adalah investasi yang membawa misi dan membangun nilai-nilai. Seperti apa bentuk konkritnya ?.

Bayangkan kalau Anda berinvestasi pada lahan, kemudian di atas lahan tersebut Anda tanami dengan tanaman pangan yang akan dibutuhkan untuk umat sekarang dan yang akan datang. Setiap Anda datangi lahan tersebut dan menyirami tanaman diatasnya, Anda niatkan untuk memberi makan di hari kelaparan – memberi makan bagi dunia. Maka seperti inilah investasi terbaik itu, jenisnya bisa sangat banyak dan ada di berbagai bidang – tidak harus pertanian.

Intinya adalah sektor riil yang menciptakan lapangan kerja, meng-create produk, memberi solusi atas masalah yang ada di masyarakat, memenuhi segala kebutuhan manusia di jaman ini dan nanti. InsyaAllah.