- KATEGORI : EKONOMI MAKRO
- Monday, 12 November 2012 08:49
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Konon ada kekuatan di dunia ini yang menghendaki mayoritas umat manusia itu harus miskin dan membiarkan segelintir orang saja yang bisa kaya, maka kekuatan itu telah berhasil mengimplementasikan strateginya dengan sangat baik dalam setengah abad terakhir. Strategi yang digunakan tersebut adalah – apa yang sangat digemari umumnya manusia, yaitu uang kertas ! berikut buktinya.
Untuk bisa memahami apakah manusia didunia tambah makmur atau tambah miskin, pertama kita harus menyepakati dahulu tolok ukurnya. Bila tolok ukurnya yang digunakan adalah uang kertas – yaitu yang digunakan di dunia saat ini, maka betul seolah telah terjadi lompatan kemakmuran di dunia.
GDP per capita masyarakat di dunia telah melonjak dari US$ 2,756 tahun 1950, menjadi US$ 11,071 tahun 2011 lalu. Ini rata-rata dunia, rata-rata Indonesia masih kurang dari 1/3 rata-rata dunia atau di kisaran US$ 3,250 tahun 2011. Fokus tulisan kali ini adalah masyarakat dunia karena untuk masyarakat Indonesia sudah saya buat tulisannya melalui tulisan tanggal 31/10/2012 dengan judul “Arti Kemamuran di System Dajjal”.
Masalahnya adalah ketika tahun 1950 rata-rata orang di dunia bisa membeli 581 ekor kambing dari pendapatan per tahunnya, kemudian tahun 2011 hanya mampu membeli kurang dari 1/10-nya yaitu hanya mampu membeli 52 ekor kambing dari pendapatan per tahunnya – apa bisa dikatakan mereka tambah makmur ? tentu tidak, malah yang sebaliknya yang terjadi – rata-rata mereka bertambah miskin !.
Penglihatan itu semakin jelas manakala kita sandingkan antara kacamata Dollar dengan kacamata Dinar – saya gunakan Dinar karena harga emas datanya tersedia selama dua abad terakhir, sedangkan harga kambing kurang lebih mengikuti harga emas ini selama lebih dari 1400-tahun.
Saya selalu ingin menyandingkan Dinar dengan kambing ini, supaya orang tidak berargumen bahwa telah terjadi bubble yang tidak wajar di harga emas. 1 Dinar tetap hanya cukup untuk membeli seekor kambing besar, tidak cukup untuk membeli sapi atau unta. Dia juga tidak turun sehingga hanya cukup untuk membeli sate, membeli ayam atau telur – sebagaimana yang terjadi pada uang kertas.
Sekarang perhatikan pada grafik disamping yang menggambarkan bagaimana kinerja pendapatan penduduk dunia sejak tahun 1950. Saya tarik ke tahun 1950 supaya Anda bisa melihat – bahwa pasca Perang Dunia II sampai tahun 1970 memang terjadi peningkatan kemakmuran di dunia – baik dari kacamata Dollar maupun kacamata Dinar.
Tetapi mulai tahun 1971 ketika Amerika mulai mengingkari perjanjian yang dipimpinnya sendiri – perjanjian Breton Woods , dimana semua uang yang kertas seharusnya dikaitkan dengan emas tetapi mulai tahun 1971 uang kertas tidak lagi dikaitkan dengan emas – maka sejak saat itu pulalah kacamata dunia menjadi bias manakala melihat kemakmuran.
Dan siapa yang sengaja membiaskan penglihatan manusia di dunia ini ? bersyukurlah kita semua yang mendapatkan petunjuk langsung dari uswatun hasanah kita Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melalui sabdanya : “Maukah aku beritahukan kepada kalian suatu hal mengenai dajjal ? suatu yang belum pernah dikabarkan oleh seorang nabipun kepada kaumnya : Sesungguhnya dajjal itu buta sebelah matanya, ia datang dengan sesuatu seperti surga dan neraka. Yang dikatakannya surga berarti itu adalah neraka. Dan sungguh aku memperingatkannya atas kalian sebagaimana Nabi Nuh mengingatkannya atas kaumnya” (HR. Muslim)
Dan siapakah dajjal itu ?, dijawab pula melalui hadits beliau lainnya : “…bahwa ia (dajjal) itu adalah Yahudi…” (HR Muslim).
Dunia yang mengira bahwa selama ini telah teradi pertumbuhan ekonomi – karena diukur dalam US$, ternyata tidak mampu meningkatkan kemakmuran penduduknya kecuali terhadap sedikit orang yang memang dimungkinkan dalam system yang mereka buat.
Bila grafik sebelumnya memperlihatkan pendapatan per capita penduduknya, grafik disamping memperlihatkan Gross World Product yang mencerminkan tingkat pertumbuhan ekonomi dunia, dunia mengira tumbuh padahal susut – lha memang itulah yang dikehendaki dajjal !.
Belajar dari sudut pandang ini, maka dibidang apapun, bukan hanya dari urusan ekonomi, tetapi juga dalam urusan pendidikan, budaya, politik, system hidup, peradaban dst – umat ini memang harus mengembangkan tolok ukurnya sendiri. Jangan terkecoh tolok ukur dajjal yang seolah mengajak penduduk dunia ke surga kemakmuran padalah sesungguhnya mereka telah menjerumuskan penduduk dunia ke neraka kemiskinan.
Kita diajari untuk berlindung dari dajjal, maka selain menghafal sepuluh ayat pertama surat Al-Kahfi – kita juga harus bisa memahaminya dan mengimplementasikannya dalam bentuk perlindungan dari segala system yang mereka paksakan di dunia ini. InsyaAllah kita bisa, insyaAllah !.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar