KATEGORI : ENTREPRENEURSHIP
Monday, 02 July 2012 07:02
Oleh : Muhaimin Iqbal
Beberapa
jam lalu ratusan juta pasang mata dari seluruh dunia perhatiannya tertuju
pada Olympic Stadium di kota Kiev – Ukraina. Saya sendiri
bukan penggemar bola, tetapi pertandingan final sepak bola piala Eropa ini saya
saksikan juga dengan ngantuk-ngantuk bukan karena saya ingin melihat bolanya –
tetapi saya ingin menyaksikan bagaimana sebuah sukses dibangun. Spanyol yang
menang telak 4-0 atas Italy, memberikan sebuah visualisasi yang indah tentang
sebuah sukses ini.
Tidak
seorang pemain-pun bisa menggiring bola sendirian dari ujung ke ujung karena
pasti mendapatkan hadangan dari lawannya, jadi dia harus bekerjasama erat
dengan sejumlah pemain lainnya. Tidak penting siapa yang akhirnya berkesempatan
menendag bola ke gawang lawan, tetapi seluruh team harus focus mengarahkan bola
menuju kesana – untuk mencetak goal.
Contoh
lain adalah Thomas Alva Edison yang dikenal sebagai penemu sejumlah peralatan
yang mempengaruhi kehidupan manusia modern – diantaranya lampu pijar, dia
sering dikira sebagai seorang jenius yang bekerja sendirian di laboratoriumnya.
Yang sebenarnya terjadi adalah dia tidak sendirian, dia memiliki sekitar 30-an
asisten yang sangat berpengalaman. Di antara asisten-asisten ini ada yang ahli
kimia, ahli matematika, ahli fisika, para insinyur dan bahkan juga ahli meniup
kaca.
Sukses
adalah sebuah mata rantai yang tersambung satu sama lain dan tidak boleh ada
satu mata-pun yang terputus. Menyambung mata rantai inilah yang dilakukan oleh
Thomas Alva Edison, seperti juga yang dilakukan oleh Vicente Del Bosque pelatih
‘Tim Matador’ – ketika merangkai satu demi satu ‘mata rantai’ pemain
unggulannya untuk menjadi juara pada final piala Eropa tersebut di atas.
Membangun
sukses dalam bidang apapun memerlukan orang-orang seperti Thomas Alva Edison,
Vicente Del Bosque dlsb. yang bisa merangkai satu demi satu keunggulan menjadi
sebuah mata rantai unggul. Ketika satu per satu keunggulan tersebut masih
berdiri sendiri tanpa terangkai, maka itu tidak berarti apa-apa. Sehebat apapun
seorang pemain bola, dia sendirian tidak akan bisa memenangkan pertandingan
bila team-nya memble.
Dibidang
makanan misalnya, Survey CNN tahun lalu menempatkan 3 dari 50 makanan terlezat di dunia
adalah makanan yang berasal dari negeri ini. Rendang menduduki urutan pertama,
nasi goreng di urutan kedua dan sate di urutan 14. Tetapi keunggulan dalam rasa
ini tidak berarti apa-apa karena kita tidak atau belum berhasil menyusun rantai
suksesnya sehingga rendang, nasi goreng dan sate belum menjadi industry makanan
yang mendunia – yang berasal dar negeri ini.
Tidak
sulit untuk membuat rendang yang paling enak, demikian pula nasi goreng istri
saya saja tidak ada duanya rasanya (menurut saya), berpuluh jenis sate yang
enak-enak semua ada di negeri ini – tetapi semuanya (masih) berjalan
sendiri-sendiri.
Untuk
menjadi industry makanan yang paling lezat di dunia, rendang, nasi goreng dan
sate perlu ditunjang oleh segudang ‘team’ yang unggul lainnya. Team yang
menyiapkan kontinyuitas bahan yang berkwalitas, team yang menyusun dan
mengawasi standard
operation procedure, team yang menjalankan promosi, mengurusi aspek
legal, menjaga kwalitas SDM dlsb.dlsb. Hanya setelah mata rantai keunggulan ini
terangkai rapi dan tidak terputus - rendang, nasi goreng dan sate bisa menjadi
industri makanan unggul di dunia – bukan sekedar kelezatan rasanya saja yang
unggul.
Keunggulan-keunggulan
lain di negeri ini berjibun, mulai dari ilmu pengetahuan, kekayaan alam,
keragaman budaya, keindahan alam, luasnya lautan, keaneka ragaman hayati, letak
geografis dlsb.dlsb. Hanya saja keunggulan-keunggulan tersebut masih berdiri
sendiri-sendiri, belum cukup tangan-tangan terampil yang merangkainya menjadi
mata rantai sukses bagi negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar