- KATEGORI : EKONOMI MAKRO
- Sunday, 06 January 2013 13:44
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Bila tahun 2010 Anda memiliki uang sebesar Rp 6,518,- Anda sudah bisa membeli 1 kg beras kwalitas rata-rata. Dua tahun kemudian 2012, uang yang sama bila Anda belikan beras tinggal memperoleh 0.86 kg. Tahun 2012 Anda perlu uang sebesar Rp 7,550,- untuk bisa membeli 1 kg beras kwalitas rata-rata. Begitu banyak kita diingatkan untuk menegakkan timbangan, tetapi justru instrumen perdagangan utama manusia modern yaitu uang kertas secara amat gamblang dan terus menerus mengurangi timbangan itu.
Takaran dan timbangan yang paling banyak digunakan untuk jual beli manusia modern bukan untuk menakar volume atau menimbang berat, tetapi untuk menentukan nilai. Lantas bagaimana bila penentu nilai itu sendiri berubah-ubah nilai atau daya belinya dari waktu ke waktu, tidak ada standar yang sama di antara satu negeri dengan negeri lainnya ?.
Jawabannya adalah seperti menakar dengan takaran yang volumenya terus mengecil, seperti menimbang dengan anak timbangan yang terus bertambah ringan. Hasil yang bisa ditakar atau ditimbang menjadi semakin sedikit. Uang kertas kita adalah takaran yang volumenya mengecil atau timbangan yang anak timbangnya terus bertambah ringan tersebut.
Dampak yang lebih luas dari tidak adanya takaran atau timbangan yang baku adalah perdagangan di dunia modern seperti orang-orang yang berjalan di lorong gelap, hanya yang membawa lampu sendiri yang tahu sedang berjalan kemana – sementara mayoritas orang tidak tahu sedang ke arah mana dia berjalan.
Pemerintah-pemerintah dunia mungkin tahu apa yang sedang mereka lakukan, tetapi mayoritas rakyat tidak sadar atau tidak tahu bahwa hasil jerih payah mereka bekerja bertahun-tahun –terus menyusut bila untuk menakar/menimbang (baca : membeli) barang-barang kebutuhan seperti dalam contoh beras tersebut di atas.
Bagaimana era kegelapan timbangan ini membuat manusia kehilangan arah dapat diilustrasikan dari kasus berikut :
Pada musim qurban 2010, harga seekor kambing super (sekitar 40 kg) harganya di kisaran Rp 1,700,000. Pada tahun 2012 kambing qurban dengan berat yang kurang lebih sama, harganya di kisaran Rp 2,500,000,-. Mana yang lebih mahal ? dari sisi angka Rupiah tentu tahun 2012 lebih mahal 47% dari harga tahun 2010.
Kita bandingkan lagi dengan harga kambing di Amerika pada tahun-tahun tersebut. Untuk kambing dengan berat yang kurang lebih sama, tahun 2010 harganya US$ 100,- dan tahun 2012 harganya di kisaran US$ 150,-. Harga kambing di Amerika dari tahun 2010 ke tahun 2012 mengalami kenaikan sedikit saja lebih tinggi dari harga kambing di kita yaitu di kisaran 50%.
Dengan timbangan Rupiah dan Dollar selain kita tidak tahu apakah harga tahun 2012 benar-benar lebih tinggi dan seberapa besar lebih tingginya, kita juga tidak bisa langsung membandingkan mana yang lebih mahal harga kambing di Indonesia dalam Rupiah atau kambing di Amerika dalam Dollar.
Sekarang mari kita coba gunakan timbangan yang bersifat universal atau saya sebutuniversal unit of account berupa Dinar atau Point ( 1/10,000 Dinar atau 1 ¢¢ Dinar). Untuk memudahkan penggunaan Dinar atau Point ini, mulai hari ini Kalkulator Dinar saya pasang diwww.geraidinar.com (kalau kesulitan mencarinya lihat di menu paling atas atau menu paling bawah) dan Kalkulator Point saya pasang di www.indobarter.com
Baik Kalkulator Dinar maupun Kalkulator Point dapat digunakan untuk menghitung konversi Dinar atau Point ke seluruh mata uang utama dunia atau sebaliknya dari seluruh mata uang utama dunia ke Dinar atau Point. Untuk US$ maupun Rupiah bahkan bisa untuk menghitung konversi Dinar atau Point ke mata uang dan sebaliknya, untuk waktu mundur sampai 1970.
Cara penggunaannya lihat pada ilustrasi disamping, pilih konversi yang ingin Anda lakukan misalnya karena saya mau mengkonversi harga kambing super 2010 sebesar Rp 1,700,000 ke Dinar, maka saya click radio button “Currency to Dinar”. Di Kotak putih saya ketikkan angka 1700000 (tanpa koma), currency saya set ke Rupiah dan tahun saya set ke 2010. Setelah saya click “Calculate” maka di screen menunjukkan angka Rp 1,700,000 yang setara dengan 1.0852 Dinar untuk tahun 2010. Inilah harga kambing super saat itu.
Dengan langkah yang sama saya ulangi untuk tahun 2012, maka harga kambing super Rp 2,500,000,- ternyata setara dengan 1.1357 Dinar. Sekarang kita bisa membandingkan dengan timbangan yang adil itu, harga kambing 2012 ternyata memang lebih mahal tetapi hanya naik sekitar 4.7 % dalam dua tahun.
Maknanya adalah dengan Dinar-pun harga kambing bisa naik, yaitu manakala demandmelebihi supply. Ketika orang yang mampu membeli qurban kambing super lebih banyak dari pertambahan supply-nya – maka harganya memang akan naik. Tetapi kenaikan karenademand yang melebihi supply ini, dalam jangka panjang akan menuju kestabilan karena akan menarik bagi yang akan men-supply kambing qurban berikutnya.
Dengan mengetahui bahwa kenaikan harga kambing riilnya hanya 4.7% selama dua tahun 2010 ke 2012, lantas mengapa dengan uang Rupiah naiknya sampai 47% ?. Itulah kenaikan karena inflasi harga kambing dalam Rupiah selama dua tahun terakhir.
Bila kita sederhanakan misalnya kenaikan harga itu hanya dipengaruhi oleh dua sebab yaitu faktor inflasi dan faktor supply and demand atau saya formulasikan KENAIKAN HARGA = F(Inflasi)*(1+ Kenaikan Karena Supply and Demand), maka 47% = F(Inflasi)* (1+4.7%). Dari ini kita akan ketemu bahwa inflasi Rupiah saja telah menaikkan harga kambing qurban kelas super sebesar 44.89% dalam dua tahun dari 2010 ke 2012.
Kalkulator yang sama bisa kita gunakan untuk menghitung kenaikan harga kambing dengan ukuran yang kurang lebih sama di negeri Paman Sam. Harga kambing US$ 100 pada tahun 2010 setara dengan 0.5814 Dinar, harga kambing US$ 150 pada tahun 2012 setara dengan 0.6383 Dinar. Jadi dalam Dinar kenaikan kambing di AS dari 2010 ke 2012 adalah 9.8%.
Karena dalam Dollar naiknya sampai 50 % ( dari US$ 100 ke US$ 150), maka sebenarnya kenaikan karena faktor inflasinya adalah 50% = F(Inflasi)*(1+9.8%). Jadi Faktor inflasi-nya saja mempengaruhi kenaikan harga kambing 45.54% di Amerika antara tahun 2010 ke 2012.
Setelah menggunakan timbangan yang sama, kita juga bisa mengetahui bahwa kambing qurban kelas super yang di Indonesia tahun lalu berharga 1.1357 Dinar jauh lebih tinggi dari kambing dengan berat yang kurang lebih sama di Amerika yang hanya 0.6383 Dinar. Apa penyebabnya ?, lagi-lagi antara lain ya karena supply and demand tadi, ongkos produksi dan lain sebagianya – tetapi bukan karena faktor inflasi, karena faktor inflasi dalam artian penurunan daya beli uang-nya sudah kita eliminir.
Lagi-lagi perhitungan di atas membuktikan akan adanya suatu alat tukar atau suatu timbangan yang stabil daya belinya sepanjang jaman. Bila di jaman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam harga kambing qurban di kisaran 1 Dinar, setelah lebih dari 1,400 tahun perhitungan-perhitungan diatas menunjukkan 1 Dinar yang sama tetap dapat untuk membeli kambing kwalitas super sekarang.
Bandingkan dengan uang kertas dalam rentang 33 tahun terakhir saja misalnya, dari 1979 harga kambing kelas super yang wajar Rp 25,000-an – naik 100 kali menjadi Rp 2,500,000,- tahun 2012. Dengan pendekatan yang sama menggunakan Kalkulator Dinar di atas, kita bisa tahu bahwa tahun 1979 kambing super berharga 0.9259 Dinar sedangkan tahun 2012 seharga 1.1357 Dinar atau hanya mengalami kenaikan riil 22.65 % selama 33 tahun.
Bahwasannya dalam Rupiah pada rentang waktu 33 tahun itu harga kambing super naik menjadi 100 kalinya atau naik 9,900 % itu karena ada inflasi uang kertas sebesar 8,071.75% !.
Bagaimana dengan beras dalam awal tulisan ini yang saya jadikan sebagai contoh kasus ‘pengurangan timbangan’ yang kita hadapi sehari-hari dalam jual beli kita ?. Bisa juga kita timbang dengan Kalkulator Dinar yang sama, hanya saja karena satuan Dinar yang bernilai jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai 1 kg beras, ini ibarat menimbang berat badan Anda dengan jembatan timbang yang biasa digunakan untuk menimbang truk. Bisa, tetapi menjadi kurang akurat.
Untuk bisa menimbang barang-barang yang nilainya kecil, timbangan Dinar tersebut perlu diperkecil sampai mendekati ukuran yang sesuai peruntukannya. Dalam hal ini Dinar saya pecah menjadi 1/10,000 Dinar atau 1 ¢¢ Dinar atau saya sebut 1 Point. Kalkulator yang sudah saya perkecil menjadi Kalkulator Point inilah yang dapat dilihat diwww.indobarter.com.
Rp 6,518 untuk 1 kg beras kwalitas rata-rata tahun 2010 adalah setara 42 Point, sedangkan Rp 7,550 untuk beras yang sama tahun 2012 adalah setara 34 Point. Jadi meskipun dalam Rupiah terjadi kenaikan harga sebesar 15.83 % dalam rentang waktu dua tahun antara 2010 ke 2012; harga beras riil dalam Point malah turun 19.05% dari 42 Point ke 34 Point.
Efek inflasi Rupiah terhadap harga beras 2 tahun terakhir menjadi 15.83% = F(Inflasi) * (1-19.05%), atau inflasi Rupiah membawa kenaikan harga beras sampai 19.56% dalam rentang waktu tersebut. Kenaikan karena inflasi ini sebagian ‘tersembunyikan’ oleh penurunan harga riilnya.
Dengan contoh-contoh perhitungan menggunakan Kalkulator Dinar maupun Kalkulator Point tersebut di atas, insyallah kita sekarang bisa menemukan kembali timbangan untuk jual-beli yang adil itu. Yang oleh Imam Ghazali sudah diingatkan hampir 1000 tahun lalu bahwa ‘hanya emas dan perak-lah timbangan yang adil untuk penentu harga-harga itu’.
Timbangan yang adil adalah ibarat lampu yang menerangi jalan, kita bisa tahu arah yang benar apakah fitrah mekanisme pasar supply and demand yang mempengaruhi harga-harga kita, atau karena faktor lain seperti utamanya inflasi ini. Bayangkan kalau kenaikan harga karena inflasi seperti harga beras 2010-2012 tersebut kita kira karena kelebihan demandterhadap supply, kita akan salah mengambil keputusan.
Karena penyebabnya inflasi bukan karena supply yang tidak mencukupi demand, maka yang harus diperbuat para pemimpin adalah mengendalikan inflasi ini jangan sampai terjadi – agar rakyat bisa tahu arah yang benar – berapa seharusnya tingkat produksi yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya.
Saya tahu mungkin tidak banyak yang akan mau menggunakan ‘lampu’ timbangan yang adil dalam bentuk Kalkulator Dinar dan Kalkulator Point ini, tetapi ibarat berjalan di lorong yang gelap – apapun yang bisa menerangi jalan seharusnya kita ambil dan gunakan. Wa Allahu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar